What's On

"Patekoan" Tradisi Turun Temurun di Pantjoran Tea House Glodok


Wisata   2022-02-04   Download

Jauh sebelum bangunan bersejarah ini disulap menjadi Pantjroan Tea House, tempat ini sudah berdiri sejak tahun 1635. Selain menjadi kantor, di tahun 1928 bangunan ini dirubah menjadi salah satu toko obat tertua di Jakarta, yang dikenal dengan nama Apotheek Chung Hwa. Salah satu yang unik, tea house ini tak hanya menyajikan tradisi minum teh dengan gaya tradisional saja. 

Saat melihat di bagian depan kafe, kamu akan menemui delapan buah teko berwarna hijau dijajarkan lengkap dengan gelasnya di atas meja. Teko-teko tersebut biasanya diisi dengan seduhan teh hijau yang diperuntukan bagi siapa saja yang melintas. Tradisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1600an, Tradisi inilah yang masih terus dijalankan di kafe Pantjoran Tea House, bahkan hingga sebelum Pandemi Covid-19. 

Tradisi ini bermula saat kawasan tersebut adalah perkantoran yang banyak orang yang berlalu-lalang di wilayah sana, sehingga membuat seorang Kapitan China bernama Gan Djie memutuskan untuk memulai tradisi baru. Saat itu Gan Djie memiliki gedung perkantoran yang cukup besar, di mana banyak orang-orang yang singgah di depan kantor Kapitan untuk beristirahat atau sekedar berteduh. Gan Djie pun memutuskan untuk menyediakan minuman teh gratis bagi orang-orang yang lewat. Gan Djie dan istrinya setiap hari menyiapkan 8 teko teh dengan beberapa gelas, yang diletakkan di depan kantornya, dan bisa diambil sepuasnya. 

Tadisi ini pun disebut dengan "Patekoan" Hadirnya Pantjoran Tea House seakan mengingatkan kembali dengan tradisi Gan Djie dan Lin Chei Wei, yang menyajikan delapan teko teh gratis setiap harinya. Sehingga bangunan yang dulunya identik sebagai tempat minum teh, kembali difungsikan menjadi tempat teh di era modern. Pantjoran Tea House juga menjadi tempat edukasi tentang teh dan sejarahnya yang menjadi bagian dari kisah pecinan di Batavia. Semua teh di rumah teh ini dipetik langsung dari China, Taiwan, dan Indonesia.